Selasa, 21 Januari 2014

KAITAN ANTARA KEMISKINAN DAN KEBUDAYAAN



Kebudayaan adalah segala sesuatu yang diciptakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Wujud Kebudayaan dapat diartikan juga sebagai cara berpikir individu/kelompok (wujud ideal). Sedangkan Kemiskinan seperti diungkapkan oleh Suparlan (1994), dinyatakan sebagai suatu keadaan kekurangan harta atau benda berharga yang diderita oleh seseorang atau sekelompok orang. Kemiskinan itu dinilai relatif, karena seorang anak Jenderal akan menilai berbeda mengenai kemiskinan dibanding dengan pemikiran seorang anak biasa. Kemiskinan bagi sebagian masyarakat kelas bawah adalah kebudayaan yang bersedia atau tidak bersedia diturunkan ke generasi selanjutnya (anak – anak mereka). Oscar Lewis (1984) menggabungkan kebudayaan dengan kemiskinan, ia juga menunjukkan bahwa kebudayaan kemiskinan berkembang dalam kehidupan masyarakat miskin yang dari generasi ke generasi berikutnya hidup dalam kemiskinan (kemiskinan struktural).
kemiskinan adalah dampak dari masalah kependudukan khususnya migrasi desa-kota yang tidak terkendali. Kemiskinan dan kebudayaan kemiskinan terbentuk dari suatu situasi, yang mengelompokkan masyarakat dalam dua kategori, yaitu miskin dan tidak miskin.
Dalam seminar Himpunan Indonesia Untuk Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial (HIPIS) yang diadakan di Malang tanggal 13-17 November 1979, ditemukan hasil yang monumental, yaitu ‘Kemiskinan Struktural’ (Soemardjan, 1980), dimana dalam pendapatnya dinyatakan bahwa kemiskinan struktural tidak menunjuk pada individual yang miskin karena malas bekerja atau tidak mendapatkan penghasilan, tetapi lebih banyak karena struktur sosial masyarakat yang ada telah membatasi hak-hak mereka untuk mendapatkan/menggunakan sumber-sumber pendapatan yang tersedia untuk mereka. Dalam kelompok miskin secara struktur ini, menurut Soemardjan, ada para petani yang tidak bertanah atau mempunyai garapan yang sangat kecil, sehingga tidak mencukupi untuk pemenuhan hidupnya. Juga golongan mereka yang tidak terdidik dan terlatih yang disebut ‘unskilled labores’ yang terhambat untuk memasuki pasar kerja, golongan miskin itu juga meliputi para pengusaha tanpa modal dan tanpa fasilitas dari pemerintah, atau golongan ekonomi lemah.
            Dorodjatun Kuntjoro Jakti yang menghimpun sejumlah hasil penelitian kependudukan dan masalah kemiskinan dalam ‘Kemiskinan di Indonesia’ (1986), melihat masalah kemiskianan muncul sebagai dampak dari kebijakan pembangunan khususnya pembangunan desa-kota yang tidak seimbang, sehingga berdampak pada berkembangnya fenomena kemiskinan (khususnya di perkotaan).
Pembangunan memang harus ada. Pembangunan itu sendiri terbagi atas dua bagian, yakni pembangunan yang baik dan pembangunan yang buruk. Pembangunan yang baik adalah pembangunan yang memperhatikan keseimbangan alam (termasuk di dalamnya manusia). Ini sesuai dengan konsep ekologi dan teori ekologi pembangunan, bahwa pembangunan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan hidup. Interaksi antara pembangunan dan lingkungan membentuk sistem ekologi yang disebut ekosistem. Dan manusia, baik sebagai subjek dan objek pembangunan merupakan bagian ekosistem. Pandangan holistik inilah yang dipakai dalam ekologi pembangunan. Maka dapat disimpulkan dalam pembangunan yang baik haruslah tidak ada faktor apapun yang dirugikan dari operasi pembangunan tersebut; baik alam, manusia, maupun kehidupan di sekitar pembangunan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar